CATATAN PERJALANAN KE ANNAPURNA BASE CAMP (HIMALAYA-POKHARA-INDONESIA)

June 21, 2020

Perjalanan turun dari Himalaya
Hari ke Delapan

30 Desember 2019, rasa puas sekaligus bangga masih berkecimpung di hati gue. Bayang-bayang ABC masih berada lima centimeter di depan mata. Gila! Udah kayak film aja hahaha. Tapi gue yakin, jangankan sehari, sampai akhir hayatpun keindahan ABC takkan pernah memudar dari ingatan.

Sekitar pukul 09.00 pagi, kami mulai perjalanan menuju Chhomrong. Yups, kami kembali dihadapkan dengan tanjakan Chhomrong yang aduhai. Bayangin tanjakan itu, seketika kaki gue lemes coy! Kami mulai perjalanan pagi itu dengan santai. Lha gimana lagi? Dari Himalaya ke Dovan kami menuruni puluhan ribu tangga berbatu. Kalau cepet-cepet bisa remuk lutut kami hahaha. Selama perjalanan turun, kami tak lagi terpisah-pisah seperti saat pendakian. Sepanjang perjalanan kami ngobrolin apa saja yang akan kami lakukan ketika esok hari tiba di kota.

Biasanya, kalau kita mendaki sebuah gunung di Indonesia, perjalanan turun jauh lebih cepat daripada ketika mendakinya. Iya kan? Pastilah! Tapi, perjalaan ke ABC ini, baik berangkat maupun pulang, medannya sama-sama berat coy! Meskipun namanya perjalanan turun dari Himalaya ke Chhomrong, kami tetap dihadapkan dengan tanjakan-tanjakan curam!

Kembali, tanjakan Chhomrong menjadi momok yang sangat mengerikan bagi kami. Tangga yang tak berujung membuat kami frustasi. Bagaimana tidak? Ketika itu waktu telah menunjukkan pukul 17.30. Langit sudah hamper gelap. Nafas kamipun sudah ngos-ngosan. Perut sudah keroncongan. Tetapi kami masih dihadapkan dengan ribuan tangga yang membuat lutut ini ngilu. Lima menit jalan, sepuluh menit istirahat. Begitu terus hingga kami tiba di penginapan sekitar pukul 19.00.

Ketika tiba di pengipan, rasa lega yang teramat lega gue rasakan. Bayangkan aja besok gue udah di Pokhara! Kota coy! Internet kencang! Udah gak jalan kaki seharian lagi! Selain itu, perjalanan esok hari juga diperkirakan tak begitu berat, jalannya turun dan tanjakannya hanya seuprit. Tapi guys, jangan sekali-kali kalian menganggap enteng bahkan meremehkan ketika turun ya. Justru ketika turun ini kita rentan dengan cedera. Kalo udah cedera, biasanya malah parah. Kan ketika turun tangga, lutut kita menahan beban yang sangat berat. Jadi tetap hati-hati ya guys!

Kali kedua bermalam di Chhomrong. Nuansanya tetap sama, dingin dan menenangkan. Namun perasaan yang menyelimuti gue berbeda jauh dengan ketika pertama bermalam di sini. Ketika pertama kali kami bermalam di Chhomrong, antusiame gue masih membuncah, semangat menggebu dan bergelora dalam diri. Bagaimana tidak? Ambisi bro! Ambisi ke ABC. Berjalan di tengah padang es! Bagaimana kalau sekarang, malam ke dua di Chhomrong? Perasaan dan pikiran gue udah pengen cepet-cepet balek ke kota bro! Pengen cepet-cepet balek ke Indonesia. Udah kangen dengan nasi goreng Magelangan.

Pagi hari, 31 Desember 2019, dipikiran gue hanya ada, “nanti malam tahun baruan di Pokhara!” Sekitar pukul 08.00 kami mulai perjalanan Kembali ke Jhinu. Sekali lagi gue ingatkan ya, hati-hati ketika turun ribuan tangga. Hati-hati dengan lutut anda! Ingat umur bro! Jujur, selama perjalanan turun ini lutut gue rasanya sakit banget. Di sini ni peran trekking pole sangat berguna. Kalau dibayangin, jalan gue udah seperti kakek-kakek tua hahaha.

Sekitar pukul 10.00, kami tiba di Jhinu. Kami Kembali singgah disebuah tea house. Tapi bukan untuk makan, melainkan sekedar untuk istirahat dan pesan minuman yang seger-seger. Maklum, pagi itu matahari bersinar sangat terik. Sepanjang perjalanan juga debu bertebaran. Bikin tenggorokan kering. Karena perjalanan tinggal sedikit lagi, kamipun nyante-nyante sambil menikmati segelas es jeruk nipis.
Nongki-nongki di bawah terik matahari.
Setelah tiga puluh menit kami istirahat, kamipun melanjutkan perjalanan ke tempat penjemputan, Siwei. Sepanjang perjalanan rasanya gue tak sabar untuk segera sampai di mobil. Rasanya pengen cepat-cepat duduk nyantai meluruskan kaki tanpa memikirkan harus berjalan kaki lagi selama berjam-jam.

Sekitar pukul 11.30 kami akhirnya tiba di Siwei. Alhamdulillah, mobil jemputan juga sudah stand by. So, tanpa menunggu lama, kami langsung meluncur ke Pokhara. Sepanjang perjalanan tidak ada hal yang menarik. Lha gimana lagi? Seluruh sendi-sendi di badan kami rasanya sudah mau copot. So, kamipun di mobil cuma tidur ataupun melamun hahaha.

Perjalanan dari Siwei ke Pokhara membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Yups, pulang maupun pergi sama-sama membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Memasuki kota Pokhara, sang sopir bilang kalau siang itu mobil tidak bisa memasuki kawasan Lakeside karena sedang ada perayaan tahun baru. Ya, sepanjang jalan Lakeside dijadikan pusat aktivitas warga untuk merayakan tahun baru 2020.

Salah satu spot di Lakeside
Sang sopirpun menurunkan kami sekitar 500m dari tempat kami akan menginap. Kali ini, kami menginap di sebuah hotel yang letaknya lumayan jauh dari danau, berbeda dengan hotel ketika kami datang pertama kali tiba di Pokhara yang letaknya Cuma da ratus meter dari danau. That’s no problem. Meskipun lokasinya agak jauh, tapi suasananya masih ramai kok.

Suasana malam tahun baru di Pokhara.
Malam datang. Suasana sepanjang Lakeside semakin ramai. Hiruk-pikuk warga Pokhara untuk meramaikan malam tahun baru semakin nyata. Gerombolan pemuda berjalan kesana-kemari macam orang mabuk. Itu bahaya! Ya, itu bahaya! Gue takut! Hahaha. Bayangin aja kalau kami sedang nyantai-nyantai jalan tiba-tiba ditabrak oleh rombongan pemuda mabuk tersebut! Ujung-ujungnya kami bisa dipalakin. Iya kalo cuma dipalakin, kalo sampai dipukuli gimana? Kan konyol!

Sepanjang malam tersebut, banyak hal yang kami lakukan, mulai dari makan malam di KFC, belanja souvenir, nongkrong di warung kopi, hingga melihat kembang api. Yups, ternyata pemerintah Pokhara mengadakan pesta kembang api. Meskipun tak semeriah pesta kembang api seperti di Sydney ataupun Singapore, namun menurut gue udah cukup lumayanlah.

Kami kembali ke hotel sekitar pukul 00.30. Gila! Badan gue rasanya remuk! Setelah berhari-hari tidur dengan kasur yang tidak proper, akhirnya sekarang gue bisa tidur di kasur yang empuk, ruangan hangat, dan ada kamar mandi yang bersih dan dilengkapi oleh air hangat. Yeeey, I’m back to normal life! Setelah cuci muka dan gosok gigi, guepun langsung terlelap.

Hari ke Sembilan

Sekitar pukul 06.00 kami sudah sibuk packing dan bersiap-siap meninggalkan hotel, menuju terminal bus.  Kabut tipis mengantar kepergian kami. Good bye Pokhara! You will always in my memory. Perjalanan ke Kathmandu kami meggunakan bus yang sama dengan berangkat.

Sekitar pukul 16.00, kami tiba di Kathmandu. Kami langsung menuju hotel yang sama dengan ketika kami pertama tiba di Kathmandu. Setelah istirahat sejenak, kami langsung cari makan. Perut kami udah keroncongan coy! Makan di mana? Di mana lagi kalau enggak di Chinese food? Pokokman, kami gak bisa dipisahkan lagi dengan restoran Chinese food ini. Rasanya pas, murah, dan banyak hahaha.

Setelah makan, kami lanjut keliling-keliling Thamel Street cari oleh-oleh buat keluarga, kerabat, dan terutama buat si doi hahaha. Banyak oleh-oleh khas Nepal yang bisa dibawa pulang, diantaranya adalah baju dan celana berbahan kain Nepal, teh dan kopi Himalaya, gantungan kunci, kalung, maupun tas. Harganyapun cukup murah. Tapi yang perlu diperhatikan, kalian harus jago nawar harga ya. Kalau kalian jago nawar, kalian bisa dapat barang tersebut dengan harga setengah dari harga yang pertama disebutkan oleh penjual. Ya mirip-miriplah dengan jual beli di pasar Indonesia.

Malam telah larut, kami kembali ke hotel lanjut packing. Besok siang kami harus cabut dari hotel ini. Sebenarnya, jadwal penerbangan kami sekitar pukul 19.00. Tapi ya bagaimana lagi? Dari pada bayar sewa kamar, mending kami bengong di bandara hahaha.

Hari ke Sepuluh

Kali ini, kami bisa menikmati padi dengan santai. Kami baru memulai aktivitas sekitar pukul 10.00. Karena jadwal penerbangan kami sekitar pukul 21.00 malam, kamipun memutuskan untuk sejenak jalan-jalan di Kota Kathmandu. Tujuan utama kami adalah Patan Durbar Square. Jika kalian ingat ketika Doktor Strange menemukan kamar Taj, lha itu lokasinya di Patan Durbar Square. Kawasan ini memang kawasan kota tua yang sangat amat unik. Bangunannya berarsitektur yang “njilmet”.

Kami menuju ke Patan dengan menggunakan taksi. Ongkosnya sekitar 400 rupee. Setelah perjalanan sekitar 30 menit, akhirnya kami tiba di Patan. Ternyata areanya tak begitu luas. Namun keindahan arsitektur dan eksotisme bangunan-bangunannya tidak dapat dipungkiri lagi, jos!

Patan Durbar Square
Masuknya bayar atau enggak? Jujur, gue gak paham kalau masalah ini. Wisata Patan ini mirip-miriplah dengan wisata kota tua di Jakarta. Maka dari itu, pikir gue kalau cuma jalan-jalan di sekitar area wisata saja, tanpa masuk ke sebuah bangunan, tidak perlu bayar. Kamipun dengan santainya berkeliling sambil berfoto-foto ria. Eeehh, tiba-tiba kami ditanyai sama seorang polisi, “Kalian sudah bayar tiket?” Sontak kami bingung. Tiket apa? Emang ada loketnya? Gue gak liat ada penjualan tiket ataupun papan yang menyatakan aturan bayar sebelum masuk kompleks. Sontak polisi tadi suruh kami bayar tiket. Dia menunjukkan lokasi loketnya. Kamipun nurut aja arahan polisi tadi. Setelah kami tiba di sekitaran loket, kami lihat papan harga tiket. Gila aja, masa satu tiket harganya 1000 rupee! Mahal sekali coy! Ya gak mungkinlah kami beli tiket yang segitu mahalnya. Entah itu tiket apa gue gak tau. Bisa jadi tiket tour yang nantinya didampingi guide lokal. Kamipun memutuskan untuk kabur diam-diam, Toh kami juga sudah puas menikmati Patan hahaha.

Sekitar pukul 14.00 siang, akhirnya kami tiba di hotel. Jadwal penerbangan masih lama. Untung di hotel ini, para tamu bisa bebas menggunakan ruangan locker tanpa dipungut biaya. Maklum saja, sebagian penerbangan internasional yang bertolak dari Kathmandu sebagian besar malam hari. So, pastinya banyak turis yang bingung mau kemana selama menunggu open gate penerbangan.

Sumpah guys, tiga jam di ruang locker sangat membosankan. Akahirnya sekitar pukul 17.00 kami memutuskan untuk cabut ke bandara. Perjalanan dari hotel menuju bandara kami tempuh dengan menggunakan taksi. Untungnya siang itu tidak ada kemacetan sepanjang perjalanan menuju bandara.
Setibanya di Bandara Internasional Tribhuvan, kami langsung masuk ke terminal keberangkatan. Seperti yang pernah kubicarakan di waktu postingan keberangkatan, bandara Tribhuvan ini tidak begitu besar dan fasilitasnya masih sangat minim. Bahkan saking kecilnya, ruang tunggu penumpang Internasional malam itu penuh sesak. Untung aja  suhu malam itu cukup dingin, jadi ruangannya gak begitu gerah. Bayangin aja kalau siang hari, pastinya udah mandi keringat.

Inilah akhir dari perjalanan panjang gue di Nepal. Pesawat Malindo membawaku kembali ke Indonesia. Sungguh perjalanan yang sangat memorable. Jumat, 3 Januari 2020 pukul 14.00 gue akhitnya tiba di rumah.

You Might Also Like

0 komentar