CATATAN PERJALANAN JALAN-JALAN KE PULAU SUMBA (BAGIAN 1)

June 03, 2021

Kampung Ratenggaro

Pulau Sumba kini menjelma menjadi salah satu destinasi wisata favorit bagi para traveller. Seakan tak mau kalah dengan Labuhan Bajo di Pulau Flores, Pulau Sumba kini mulai memperkenalkan daya tarik wisatanya yang menyajikan perpaduan antara budaya dan pesona alam. Perpaduan tersebut tentunya akan memberikan pengalaman dan nuansa wisata yang unik dan berbeda bagi para traveller.

Transportasi udara menjadi moda transportasi paling mudah dan praktis untuk menuju pulau ini. Bisa juga sobat traveller untuk menggunakan kapal laut dari ibu kota NTT, yaitu Kupang. Namun, tentunya pilihan tersebut akan memakan waktu yang lama dan menguras tenaga. Oleh karena itu, gue rekomendasikan kepada para traveller untuk memanfaatkan transportasi udara saja. Kecuali kalau sobat traveller pengen pengalaman yang lain, bolehlah untuk pakai kapal ke Sumba hahaha. Jika menggunakan transportasi udara, pintu masuk Pulau Sumba ada dua, yaitu Bandara Tambolaka di Kabupaten Sumba Barat Daya dan Bandara Umbu Mehang, di Kabupaten Sumba Timur. Harga tiket dari Bali ke kedua bandara tersebut berkisar di angka satu juta rupiah.

Pada kesempatan kali ini, gue milih untuk mulai travelling di Pulau Sumba dari Kabupaten Sumba Barat Daya. (Perjalanan ini gue lakukan pada tanggal 25-28 Januari 2021). Ketika itu penerbangan menuju Bandara Tambolaka dapat diakses menggunakan maskapai NAM air ataupun Wings Air dari Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali.

Sedikit informasi untuk sobat semua, di Pulau Sumba masih belum menyediakan rental mobil lepas kunci seperti halnya di Bali. Jika kalian ingin rental mobil, kalian harus menyewa mobil sekaligus dengan sopirnya. Kenapa? Berdasarkan keterangan dari guide wisata kami, faktor keamanan masih menjadi isu utama di Sumba. Masih marak kasus pemalakan ataupun pencurian kepada wisatawan. Selain itu, medan di Sumba yang masih berupa hutan, padang ilalang, hingga berbukit-bukit sangat berbahaya bagi para pengemudi dari luar Sumba yang belum mengenal medan.

Setelah gue berdiskusi dengan istri tercinta, akhirya kamipun memilih untuk menggunakan jasa private tour untuk meng eksplore Sumba. Kenapa kami memilih menggunakan private tour? Bukannya mahal ya? Iya, betul sekali! Kalau menggunakan jasa private tour jatuhnya memang lebih mahal. Namun, selisihnya gak begitu banyak kok. Ketika itu, kami menggunakan jasa private tour dari Your Sumba. Tarif untuk 2 orang dengan durasi 4 hari 3 malam adalah 6,98 juta, sudah include makan, penginapan, guide, mobil, dan retribusi tempat wisata. Jika kami memilih untuk ngeteng, kami harus rental mobil plus sopir dengan tarif 700 ribu per harinya. Jika dikali 4, jatuhnya sudah 2,8 juta. Belum lagi biaya retribusi masuk ke destinasi wisata, biaya makan, dan penginapan. Jika di total, jatuhnya juga hampir 6 jutaan lah. Selain biaya yang dikeluarkan beda tipis, dengan menggunakan jasa private tour, kami dapat keuntungan dengan didampingi guide yang selalu menemani sepanjang perjalanan sambil menjelaskan segala macam seluk beluk Sumba. Ada satu hal yang membuat private tour itu enak, yaitu kami gak usah mikir nyusun reencana perjalanan! hahaha

Welcome to Sumba! Ketika itu hari senin, tanggal 24 Januari 2021 sekitar pukul 13.00 kami tiba di bandara Tambolaka. Dari titik inilah petualangan kami untuk menjelajah Pulau Sumba dimulai! Karena menggunakan jasa private tour, sekeluarnya kami dari bandara, kami langsung dijemput oleh guide kami. Mobil yang akan kami gunakanpun tidak tanggung-tanggung, innova guys!

Karena hari sudah siang, dan pada hari itu ada satu destinasi yang harus kami kunjungi, tanpa banyak buang-buang waktu, kami langsung menuju hotel untuk check in dan makan siang. Sekitar pukul 14.30, ditemani hujan rintik-rintik, kami meluncur menuju ke destinasi pertama kami, yaitu Kampung Adat Ratenggaro.

Jarak kota Tambolaka dengan Kampung Adat Ratenggaro sekitar 56 km. Memerlukan waktu sekitar satu jam tiga puluh menit perjalanan menggunakan mobil.  Jalan menuju Ratenggaro tak begitu lebar namun kondisi aspal lumayan mulus. Meskipun jalanannya sepi, namun tetap harus hati-hati ya guys, mengingat kita melewati wilayah pedesaan yang masih banyak anak-anak ataupun hewan berkeliaran di jalanan. Kebayang kan kalua saat kecepatan mobil kita 80 km/jam tiba-tiba ada anjing lari nyebrang jalan? Bisa-bisa kita malah mobil kita nyungsep ke semak-semak wkwkwk. Sepanjang perjalanan, kami disuguhi oleh hamparan perkebunan warga dan sesekali perkampungan kecil.

Kampung Adat Ratenggaro

Setibanya di Kampung Adat Ratenggaro, kami langusung dibuat terkagum-kagum dengan keunikan rumah-rumah adat khas Sumba. Rumah-rumah adat tersebut berupa rumah panggung yang terbuat dari kayu dan beratapkan jerami. Ciri khas rumah adat Sumba adalah memiliki memiliki atap yang menjulang tinggi, bahkan ada yang mencapai 15 meter. Atap yang tinggi menjulang tersebut bukan tanpa fungsi. Masyarakat memanfaatkan ruang kosong di dalam atap tersebut untuk menyimpan hasil panen.

       


Semakin kita meng-explore kampung adat ini, semakin kita dibuat kagum. Ternyata, desa Adat Ratenggaro ini terletak persis di tepi pantai. Dari sudut desa terlihat jelas bentangan pantai berpasir putih yang menawan. Peris di bawah desa juga terdapat aliran sungai yang mengalir menuju lautan sekaligus menjadi sumber air warga desa. Dari kejauhan, tampak batu-batu besar yang tersusun rapi seperti meja. Ternyata tumpukan batu-batu tersebut merupakan makam para leluhur mereka.

Makam Leluhur

                        

Makam leluhur di area kampung Adat

Usut punya usut, ternyata Kampung Adat Ratenggaro yang sekarang ini merupakan hasil relokasi dari kampung lama. Lokasi kampung adat ini awalnya berada di sekitaran batu-batu makam leluhur yang letaknya di bibir pantai, sekitar 200 meter dari lokasi kampung yang baru. Kenapa kampungya pindah? Hal tersebut dikarenakan adanya abrasi dan ombak besar merobohkan rumah-rumah mereka sehingga mengharuskan para warganya untuk merelokasi kampungnya ke tempat yang lebih tinggi.

Letak kampung Ratenggaro yang berada di tepi pantai.

Jika mengunjungi kampung ini, jangan lupa sobat traveller untuk membawa snek ataupun permen. Di kampung banyak sekali anak-anak yang selalu membuntuti para wisatawan, menanti “pemberian” dari para wisatawan. Selain itu, mereka juga menawarkan jasa foto dengan kuda. Biayanya lumayan murah, 25 ribu untuk sekedar foto dan 50 ribu untuk menaikinya. Intinya, jangan sampai menyesal kalau jauh-jauh pergi ke Sumba tetapi tidak menunggang kuda Sumba yang sangat fenomenal.

Seorang pemuda menawarkan jasa foto dengan kuda

Hujan semakin lebat, langit juga sudah mulai gelap. Sekitar pukul 17.00 WITA, kami kembali menuju hotel. Perjalanan hari pertama bagiku cukup memuaskan, bagaimana dengan hari ke dua? Ketiga? Dan Keempat? Nantikan ceritanya di episode selanjutnya.

You Might Also Like

0 komentar