CATATAN PERJALANAN KE ANNAPURNA BASE CAMP (HIMALAYA-ABC-HIMALAYA)

June 15, 2020



Berfoto dengan dua orang Singapura
Malam di Himalaya terasa sangat dingin. Tidak dapat dipungkiri lagi jika letak Himalaya yang berada di ketinggian 2873 mdpl menjadi salah satu penyebabnya. Namun selain itu juga dikarenakan kondisi tubuh kami yang drop juga menjadi penyebab badan terasa dingin. Malam di Himalaya waktu itu terasa sangat singkat. Setelah bersih-bersih badan dan makan malam, kami langsung tidur.

Hari ke Enam

Subuh, 28 Desember 2020, meskipun berada dalam kamar dan berselimut tebal, gue tetap merasa kedinginan. Nggak tau lagi deh suhunya berapa. Gue kasih gambaran ya, biar kalian bayangin sendiri hahaha. Sekitar pukul 08.30 gue mau gosok gigi di kran air yang berada di luar. Ketika gue buka kran, airnya gak keluar coy! Gue kan bingung, bukannya kemaren malam orang-orang masih pada gosok gigi di sini ya? Usut punya usut, ternyata air di dalam pipa sudah menjadi es. Pantas aja gak ada air yang keluar. Kebayang kan berapa kira-kira suhunya waktu itu hahaha.

Seharusnya, kami mulai pendakian pagi itu sekitar pukul 08.00 pagi. Namun, kondisi tubuh yang masih letih, dan udara dingin yang masih menusuk tulang, tak elak membuat kami mager. Kamipun baru mulai pendakian sekitar pukul 10.00. Another long day had been started (again)!

Meskipun badan masih terasa pegel-pegel, tetapi tekat kami masih membara. Tujuan kami hari itu adalah Macchapucchre Base Camp (MBC). Diperkirakan kami sampai di MBC sekitar pukul 17.00 sore. Yups, lets go!

Desa pertama yang harus kami tuju adalah Deurali. Kalau di peta sih dari Himalaya ke Deurali membutuhkan waktu sekitar dua jam. So, sekitar pukul 12.00 kami akan sampai di Deurali dan makan siang. Trek menuju Deurali cukup menantang. Naik turun bukit coy! Bayangin aja, setelah naik ribuan tangga, lalu turun lagi ribuan tangga. Habis itu naik lagi ribuan tangga, apa gak bikin frustasi itu guys? Kenapa harus naik turun? Kenapa gak datar-datar aja? Oh My God!

Jalan setapak yang kami lewati sekarang udah berubah menjadi tanah dan batu-batu yang tak beraturan. Udah beda banget sama jalan sebelum Himalaya yang berupa susunan batu rapi. Selain jalannya udah susah, sekarang kami dihadapkan oleh tantangan yang lain, yaitu sisa-sisa es tadi pagi yang bikin jalanan jadi licin. Hal itu menuntut kami lebih hati-hati dan memperhatikan setiap pijakan. Jangan sampai terpeleset! Kanan kiri tebing dan jurang oi! Gak lucu kalau sampe terperosok ke jurang!

Akhirnya, sekitar pukul 12.30 kami sudah tiba di Deurali. Langsung saja kami pesan mie goreng. Kenapa kami pesan mie goreng? Sebenarnya, kami tergiur dengan mie goreng pesanan bule samping meja kami. Mie gorengnya tu keliatan lezat banget. Air liur kami ampe tumpe-tumpe liatin bule tersebut menyantap mie goreng. Tanpa pikir panjang kami berempat langsung pesen mie goreng persis seperti bule samping meja kami. Setelah menunggu sekitar 20 menit, mie goreng pesanan kami tiba. Dan ternyata rasanya tidak seperti yang kami bayangkan! Zonk! Rasanya hambar coy! Padahal bayangan kami rasa mie gorengnya tu tidak jauh beda dari rasa mie goreng di Indonesia. Ternyata yang sama cuma tampilannya saja, kecoklatan hahaha.

Akhirnya sampe Deurali juga. Udah lebih tinggi dari gunung Merbabu oi!

Kami istirahat di Deurali cukup lama. Selain badan kami udah lelah, sinar matahari siang itu juga membuat tubuh kami hangat. Rasanya enak sekali berjemur di bawah matahari setelah semalaman meringkuk kedinginan. Jarang-jarang kan orang Indonesia berjemur di bawah sinar matahari jam 13.00 siang? Aku yakin gak akan ada! Kecuali orang-orang yang dihukum sama guru BP untuk suruh hormat ke bendera merah putih di tengah lapangan karena ketahuan bolos main PS hahaha.

Sun bathing is my life, just for now!
Takterasa waktu telah menunjukkan pukul 14.30. Kami bergegas melanjutkan perjalanan menuju MBC. Trek menuju MBC jauh lebih menantang sekaligus memesona. Tak hanya jalan setapak naik turun, tetapi juga melewati sungai dan lembah yang disampingnya berupa tebing-tebing tinggi berbalut es. Sesekali gue menemui momen ketika es-es yang berada di tebing  tersebut rontok. Ngeri coy! Udah persis kayak tanah longsor gitu. Kalau ada orang di bawahnya dan ketimbun, aku yakin orang tersebut mati. Lha gimana lagi? Selain bisa terkubur hidup-hidup, es-es yang longsor tersebut juga tajam-tajam lho! Ngeri! So, kami harus hati-hati memperhatikan kondisi sekitar dan mendengarkan setiap instruksi dari guide.

Kejadian seperti perjalanan Dovan – Himalaya terulang lagi diperjalanan dari Deurali menuju MBC. Bukan sampe malamnya ya, tapi pisah-pisahnya hehehe. Posisinya sama, Farhan dengan guide di depan. Gue di tengah sendiri. Bening, Abu dan porter di belakang. Namun, literally gue gak sendirian. Selama perjalanan menuju MBC ini gue banyak barengannya, ada bule dari China, Jepang, dan Eropa. Tempo jalan mereka sama dengan gue. Gue pura-pura SKSD sama mereka. Lumayan kan bisa nebeng guide hahaha. So, selama perjalanan menuju MBC, gue malah ikut dengan gerombolan mereka. Sepanjang perjalanan gue selalu minta bantuan mereka untuk taking picture for me. Dan alhamdulillah nya mereka dengan senang hati mau memfoto gue hahaha.

Ini difoto sama bule Jepang.
Oia, diperjalanan menuju MBC, gue juga berpapasan dengan orang Indonesia lho. Kok bisa gampang bedain itu orang Indonesia atau bukan? Gimana caranya? Kan bisa saja dia orang Malaysia atau Singapura? Kan ciri-cirinya sama. Tenang bro, ada cara jitunya kok. Liat saja tas atau asesoris yang digunakan. Kalau dia pake Eiger, Consina ataupun Rei, bisa dipastikan dia itu orang Indonesia. Kebetulan tas yang gue pakai bermerek Consina. So, nggak heran dong kalau tiba-tiba ada orang yang ngajak ngobrol gue pakai bahasa Indonesia hahaha.

Pemandangannya gila abisss coy!
Disela pembicaraan kami, si doi tanya, “rencanya mau bermalam di mana mas? ABC atau MBC?
“Di MBC mas,” jawab gue.
“Iya mas, menurutku juga lebih baik di MBC. Tadi malam suhu di ABC nyampe -20 derajad celcius. Bule-bula aja pada kedinginan.”
Guepun shock seketika, “Gila ajasampe minus 20 derajat? Gimana ni, bisa gak gue besok nyampe ABC?” pikiran gue langsung kalut hahaha.
“Oke mas, semoga sukses sampe ABC.” Diapun melanjutkan perjalanan turun.

Setelah percakapan dengan mas-mas asal Batam tadi, pikiran gue masih tak jauh-jauh dengan “-20 derajad celcius”. Gila aja! Bisa-bisa ingus gue beku!

Jalan menuju MBC terasa semakin berat. Selain tenaga yang sudah terkuras, kadar oksigen yang semakin menipis juga menyebabkan nafas gue mudah ngos-ngosan. Jalanannyapun semakin licin dikarenakan pijakan kami bukan lagi tanah ataupun batu, melainkan es! Semakin dekat ke MBC, esnya semakin tebal. Lama-lama yang terlihat cuma hamparan es!

MBC bro! Salju udah di mana-mana.
Waktu talah menunjukkan pukul 16.30. Gue lega karena papan bertuliskan Welcome to MBC telah terlihat. “It means, there’s no another gloomy day like yesterday!” Hati gue kegirangan hahaha. Tepat di papan terbut terdapat dua jalan yang bercabang, satu belok mengelilingi bukit dengan jalan melandai dan satunya lagi jalan naik ke atas bukit. Karena gue melihat ada penginapan di atas bukit tersebut, guepun memutuskan untuk naik. Bayangin aja di tengah tenaga yang telah menipis dan dinginnya udara di MBC sore hari yang menusuk tulang, gue berjuang untuk menuju penginapan tersebut.

Tanjakan yang menyengsarakanku.
Sialnya, setelah gue nyampe, gue gak nemu Farhan dan sang guideGuepun lantas tanya ke penjaga penginapan, “Apakah di sini ada orang Indonesia dengan ciri-ciri pakai jaket biru, rambut panjang dan seorang guide yang pakai jaket abu-abu dan tas biru muda?”
Sang penjaga penginapanpun jawab “Tidak ada!”

Eeeee buseeet, mereka di mana? Guepun langung panik seketika.

Melihat gue panik, si penjaga penginapanpun mencoba memberikan solusi, “Barangkali temanmu itu menginap di penginapan yang ada di sana,” sambil menunjuk ke sebuah penginapan lagi yang letaknya ada di bawah dan berjarak sekitar 200 meter.

Rasanya gue pengen ngumpat-ngumpat seketika. Lha gimana lagi? Gue ini udah naik ke sebuah bukit, dan sekarang harus turun lagi? Gila aja! Macam tenaga gue tumpe-tumpe.

Seketika gue langsung menyesal, “Kenapa gue tadi gak pilih jalan yang landai? Kalau gue pilih jalan itu, pasti sekarang gue udah sampai penginapan dan berselimut hangat, huhuhu.”

Akhirnya sekitar pukul 16.45 akhirnya gue nyampe juga di penginapan. Tanpa ba-bi-bu gue langsung rebahan di kasur. Gila, perjalanan yang sungguh melelahkan. Sudah tiga hari berturut-turut berjalan kaki berkilo-kilo meter dengan medan yang luar biasa menantang. Rasanya kaki ini udah bengkak semua hahaha.

Gak banyak yang gue lakukan di MBC. Badan yang sudah letih, ditambah dinginnya udara membuat gue malas beraktivitas. Terlebih lagi besok subuh, kami harus sudah mulai mendaki menuju ABC. Kejar sun rise bro! Akhirnya, setelah makan malam, sekitar pukul 20.00 kami sudah tertidur lelap.

Hari ke Tujuh

Subuh, 29 Desember 2019. Ditengah udara dingin menusuk tulang, kami bersiap untuk menuju ABC. Diperkirakan suhu ketika itu sekitar -10 derajad celcius. Semua amunisi perlengkapan penghangat badan kami keluarkan, mulai dari kaos kaki panjang, long jhon, down jacket, kupluk, hingga syall. Bahkan, gue pake baju rankap 3. Baju lengan panjang yang nyerap keringat, jaket gunung biasa, dan down jacket dilapisan luarnya. Celana juga dua lapis. Sepatupun sekarang harus dikasih crampons agar gak licin. Yups, sekarang jalanan fully of ice, tanahnya udah gak keliatan lagi oi hahaha.

Matahari udah nongol. Saatnya berfoto.

Setelah sholat subuh, kami langsung memulai pendakian. Gila! Langit masih gelap. Angin berhembus cukup kencang. Gue yakin, sepuluh menit gue lepas kupluk, daun telinga gue copot, beku! Tinggal dipotel bisa copot! Dengan ditemani cahaya headlamp, kami menyusuri hamparan salju. Mendaki, mendaki, dan mendaki.

Meniti asa di tengah hamparen es di bawah sinar mentari pagi.

Perjalanan subuh itu terasa sangat berat. Bahkan menurut gue yang paling berat dari semua perjalanan sebelumnya. Ditengah kadar oksigen yang tipis, kami dituntut untuk terus mendaki. Gak gerak selama lima menit aja, kami langsung kedinginan. Di sisi lain, jika kami terus berjalan, nafas kami gak kuat! Hidung kami memerah. Ingus keluar tak terkendali. Bahkan permukaan hidung jika digesek tersa sakit. Satu-satunya harapan kami waktu itu, “segera muncullah matahari.”

Setelah berjalan selama dua jam, akhirnya ABC telah terlihat. Sontak semangat kami kembali menggebu. Terlihat beberapa pendaki berfoto bersama di depan papan nama bertuliskan “NAMASTE ANNAPURNA BASE CAMP”. Yeaaaah, finally I’ve made my history!

Berfoto di spot paling favorit.

Oia, kalo foto di depan papan nama tersebut kalian harus tau diri ya guys! Kalian fotonya jangan lama-lama. Harus gantian. Banyak pendaki-pendaki lain yang juga ingin foto di tempat tersebut. Jadi, ketika foto di tempat tersebut, pastikan pakai kamera terbaik dan difoto oleh orang yang memiliki sense of photography. Kan sayang kalau udah capek-capek pergi ke ABC, foto-fotonya jelek.

Oia, gue lupa cerita. Selama dua hari belakangan. Kami bertemu dengan dua pendaki asal Singapura. Mereka mendaki tanpa membawa guide dan porter. Setelah berbincang-bincang, ternyata mereka udah beberapa kali mendaki ABC. Pantes aja mereka berdua tampak nyantai dan gaya-gayanya tu macam pro climber hahaha.

Selain dengan berjalan kaki selama berhari-hari, ada juga lho jasa wisata ke ABC dengan menggunakan helicopter. Hanya dengan bayar sekitar 10 juta per orang, kalian bisa ke ABC tanpa capek. Tinggal duduk di helicopter sambil menikmati pemandangan dari atas, lima belas menit kemudian sampai deh di ABC. Wuuiii pastinya sangat luar biasa. Tapi ada beberapa hal yang tidak didapatkan jika kalian naik helicopter. Satu, kalian tidak bisa berfoto di papan nama “NAMASTE ANNAPURNA BASE CAMP”. Dua, kalian hanya diberi waktu sekitar setengah jam untuk menikmati ABC. Tiga, kalian tidak bisa banyak cerita mengenai perjuangan mencapai ABC. Tentunya pengalaman yang didapat dari orang-orang yang berjalan kaki menuju ABC akan teramat banyak, melebihi mereka yang naik helicopter.

Beginilah pemandangan dari dalam restoran
Setelah puas berfoto, kami sarapan di sebuah tea house yang ada di ABC. Sungguh menjadi breakfast terindah in my life. Bagaimana tidak? Restorannya dikelilingi oleh kaca. So, kami bisa sarapan sambil menikmati indahnya Puncak Annapurna dan Macchapucchre yang ada di mata. Yups, di depan mata guys! Rasaya tinggal loncat aja gue udah nyampe puncak! Lebay banget sih hahaha. Padahal aslinya jalur menuju puncak Annapurna adalah salah satu jalur mematikan yang ada di dunia. Level kesulitannya bintang lima cuy! Makanya jarang orang yang mau naik ke puncak Annapurna.

Sedikit cerita ya guys. Pendaki pertama yang mencapai puncak Annapurna adalah Louis Lachenal dan Maurice Herzog pada tanggal 3 Juni 1950. Mereka juga mencatatkan sebagai orang pertama yang berhasil mencapai puncak gunung yang ketinggiannya diatas 8.000 meter. Untuk mencapai puncak tersebut, pengorbanan mereka sungguh luar biasa. Medan yang mereka hadapi sungguh luar biasa sulit dengan ditambah dingginya udara membuat mereka rawan terkena hipotermia. Selain itu, Mourice Herzog juga harus merelakan seluruh jari ditangannya putus akhibat tak kuasa menahan dingin. Bayangin aja coy, jarinya putus gara-gara beku jadi es! Hingga tahun 2012, hanya ada 191 pendaki yang berhasil mencapai puncak Annapurna. Sekaligus menempatkan Annapurna sebagai puncak yang paling sedikit dijamah oleh manusia. Fatality rate Annapurna juga cukup besar, yakni mencapai 32%.

Annapurna bro!
Setelah selesai sarapan, kami sejenak berkeliling sekitar untuk mencari spot foto terbaik. Ternyata di ujung ABC terdapat jutang yang sangat dalam. Menurut gue, disitu merupakan salah satu spot terbaik untuk foto. Backgroundnya adalah gugusan puncak Annapurna. Dan yang paling penting adalah tidak backlight hahaha.

Setelah puas menikmati pesona ABC, kamipun kembali ke MBC. Sekitar pukul 11.00 kami tiba di MBC. Kami beristirahat sejenak dan makan siang sebelum kami melanjutkan perjalanan kembali ke Himalaya. AKhirnya sekitar pukul 17.00 kami tiba di Himalaya.

You Might Also Like

0 komentar