Siapa yang tidak mengenal Dataran Tinggi Dieng?
Salah satu destinasi wisata terkemuka yang terletak di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara
ini menyajikan pesona alam yang berpadu dengan wisata budaya nan eksotik.
Namun, dibalik itu semua, Dieng menyimpan bom waktu yang sewaktu-waktu dapat
meledak begitu saja. Setidaknya ada delapan kawah aktif di kawasan Dataran
Tinggi Dieng, yaitu Kawah Candradimuka, Sibanteng, Siglagah, Sikidang, Sileri,
Timbang, Sinila, dan Sikendang. Tiga diantara kawah-kawah tersebut menyimpan
gas beracun yang sangat mematikan, yaitu Sinila, Timbang, dan Sikendang.
Kejadian yang sangat mengerikan pernah terjadi
pada 20 Februari 1979 pukul 01.55 dini hari. Kala itu Sinila meletus tanpa
didahului gejala-gejala yang mengindikasikan akan terjadi letusan di Kawah
Sinila. Aktivitas Kawah Sinila menyebabkan keluarnya gas beracun berupa CO2 dan
H2S secara tiba-tiba yang mengakibatkan 149 jiwa meninggal seketika. Mayat-mayat
bergelimpangan di jalanan. Mereka tidak ada satupun orang yang menyangka bahwa
letusan Kawah Sinila akan diikuti oleh keluarnya gas beracun yang berhembus ke
area pemukiman warga.
Meskipun Dataran Tinggi Dieng merupakan daerah
rawan bencana, tempat ini tetap menjadi favorit wisatawan. Berbagai daya darik wisata
mulai dari wisata alam, sejarah, hingga wisata budaya tersedia di sini. Menghabiskan
hari libur bersama keluarga ataupun teman-teman dekat dengan bermalam di
kawasan Dieng akan menjadi quality time
yang tak akan pernah terlupakan.
Kami
mulai perjalanan menuju Dieng via Salaman sekitar pukul 13.30 WIB. Membutuhkan
waktu sekitar 3 jam perjalanan menggunakan mobil untuk sampai di Dieng. Kondisi
jalannya lumayan bagus, namun sampit dan menantang. Menantang? Iya, menantang.
Jalannya melewati perbukitan, naik-turun, kelak-kelok, susah balap, dan waktu
itu sedang ada banyak acara warga, sehingga nambah keriwuhan jalan. Tapi rute
ini merupakan rute tercepat untuk menuju Dieng. Ada juga rute lain yang bisa
dilalui, yaitu melewat Temanggung ataupun Purworejo. Namun selisih waktu
tempuhnya juga lama, sekitar 1 jam. So, meskipun menantang, kami tetap pilih
rute ini biar cepet sampai. Namun, sebelum mulai perjalanan, pastikan dulu kondisi
kendaraan anda, selain itu kondisi pengendara juga harus dipastikan fit.
Kami
memasuki kawasan Dieng sekitar pukul 17.00 WIB. Kala itu hari sudah mulai
gelap. Dibeberapa tempat kabut pekat sudah menutupi jalan. Dengan kondisi
seperti itu, tentunya kami sudah mulai panik mengingat kami belum menemukan
penginapan yang cocok. Itulah salah satu kesalahan terbesar kami dalam
perjalanan kali ini, yaitu belum memesan penginapan. Alhasil, kami kebingungan
mencari penginapan yang nyaman, strategis, namun pas dikantong. Seharusnya,
sebelum pergi, kami booking dulu
penginapan via online, agar tidak
kerepotan dan dikejar-kejar waktu.
Akhirnya,
tepat sebelum adzan maghrib, akhirnya kami menemukan sebuah homestay yang lokasinya lumayan
strategis, dekat dengan masjid dan warung-warung makan. Alamatnya yaitu di
desa. Desa ini merupakan salah satu basecamp
pendakian Gunung Prau yang paling favorit. Sebenarnya, kami memilih homestay
tersebut hanyalah gambling mengingat waktu sudah maghrib. Kami cuma bisa berdoa
semoga fasilitasnya oke, tidak mengecewakan, terlebih merusak liburan kami kali
ini.
Dapat Homestay yang dekat dengan masjid |
Perkampungan Kawasan Basecamp Gunung Prau |
Setelah
maghrib, hiruk pikuk keramaian para pendaki sangat terasa. Ratusan pemuda-pemudi
bersiap untuk memulai pendakian. Ah, sungguh bahagia melihat mereka begitu
semangat untuk memulai perjalanan menuju puncak Gunung Prau. Kenangan masa-masa
mudapun seketika mengetuk memoriku. Ingin rasanya kembali ke masa-masa naik
gunung adalah suatu kebutuhan. Rasanya ada yang kurang kalau sudah 6 bulan kaki
ini tidak menapakkan puncak gunung.
Oia,
kalau kalian bermalam di Dieng, jangan lupa membawa perlengkapan baju hangat
yang memadai ya. Malam itu suhu udara mencapai 10 derajad celcius. Luar biasa
dingin bagi kami. Sisa malam dihari itu kami habiskan untuk family time. Dengan ditemani oleh teh
panas beserta gorengan hangat, kami menghabiskan malam yang dingin dengan
berkumpul bersama di ruang santai. Biarkan televise menyalan, namun focus kami
adalah bercerita tentang segala. Segalanya yang terpendam selama masa berpisah.
Adzan
subuh bersahut-sahutan membaur dengan dinginnya udara Dieng yang mencapai 8
derajad celcius. Menembus dinginnya udara Dieng di pagi hari memang butuh
perjuangan. Tetapi bagi masyarakat setempat suhu yang mencapai 8 derajat
celcius tersebut sudah hal yang biasa. Masjid di depan homestay kami pun lumayan penuh dengan jamaah sholat subuh.
Setelah
sarapan dan packing, kamipun mulai
untuk eksplore kawasan Dieng. Tujuan
pertama kami adalah Kawah Sikidang. Mengapa tujuan pertama ke kawah? Bukannya
ke kawah tu bikin mual dan pusing ya? Yups, betul. Bagi sebagian orang yang
tidak suka dengan bau belerang yang menyengat, pergi ke kawasan kawah aktif
memang tidak direkomendasikan. Bau belerang yang menyengat akan membuat mereka
pusing bahkan sampai muntah-muntah.
Alasan
kami memilih Kawah Sikidang sebagai tujuan pertama adalah karena kami tidak
ingin panas-panasan. Lihat aja foto di bawah ini.
Area Kawah Sikidang yang gersang dan panas. |
Berduaan dibawah terik matahari |
Kawasan
sekitaran kawah tidak ada sebatang pohonpun yang dapat dijadikan tempat
berteduh. Matahari langsung menyengat kulit para wisatawan. Karena gak mau
kulit kami menjadi hitam eksotis, kamipun mengejar waktu paling pagi agar
matahari belum panas menyengat. Selain itu, kami juga tidak ada yang bermasalah
dengan bau belerang. Jadi fine-fine
aja jika kami memilih ke kawah sebagai tujuan pertama.
Ada
satu yang unik di kawasan Kawah Sikidang, yaitu ada yang jualan telur rebus.
Telur rebus ini tidak sembarangan telur rebus seperti umumnya. Telur ini
langsung direbus didalam kawah yang mendidih. Katanya sih banyak kasiatnya.
Tapi selama ini saya belum pernah mencobanya. Kalau teman-teman penasaran,
silakan untuk mencicipinya. Lumayan laris kok.
Telor Rebus Kawah |
Laki-laki kuat yang berjam-jam bergelut dengan kawah |
Kawasan
wisata Kawah Sikidang juga cocok untuk beli oleh-oleh. Di sini terdapat pasar
yang jualan oleh-oleh khas Dieng seperti Carica, belerang bubuk, dan Purwaceng.
Harganyapun terbilang cukup murah. 8 bungkus, dihargai 12.500 rupiah. So,
jangan tanggung-tanggung belanjanya ya, langsung hajar saja.
Setelah
puas berkeliling Kawah Sikidang, kami beralih ke kawasan Candi Arjuna. Oia,
tiket kedua tempat wisata ini tergabung menjadi satu. Dengan membayar 20.000
per orang, kita dapat memasuki dua tempat wisata sekaligus. Itu perbulan
Oktober 2018 ya guys, kalo mau yang
lebih update search google aja. Kedua
tempat wisata ini memang tidak berjauhan, hanya berjarak sekitar dua kilometer
saja.
Saya
merasa daya tarik kompleks Candi Arjuno kurang memikat. Saya berharap
kedepannya kompleks Candi Arjuna diperluas kawasan hijau beserta kursi-kursi
ataupun tempat untuk bersantai, berkumpul dengan rombongan. Namun, terlepas
dari itu semua, pemberian fasilitas berupa kain poleng bagi para pengunjung
candi patut diapresiasi. Pengenaan aksesoris kain kotak-kotak hitam putih
menambahkan kesan sakral dan penghormatan kepada candi. Selain itu, kawsan
Candi Arjuna juga sangat cocok buat berfoto ria. Kompleks candi lumayan instagramable hehehe.
Kompleks Candi Arjuna |
Happy Family |
Karena
waktu telah menunjukkan pukul 11.00, kami bergegas menuju destinasi yang ke
tiga, yaitu Telaga Warna. Anda hanya pperlu merogoh kocek Rp 7.500 per orang
ditambah biaya parkir 5.000 per kendaraan untuk dapat masuk tempat wisata ini. Telaga
dengan luas sekitar 70 hektar ini diberi nama Telaga Warna karena telaga ini
memang memiliki beberapa warna, seperti merah, hijau, biru. Namun ketika saya
kesana, saya tidak melihat telaganya warna-warni hehehe. Mungkin timing saya kurang tepat.
Kompleks
Telaga Warna yang hijau dan sejuk cocok buat kami bersantai. Mengelilingi
telaga merupakan hal wajib yang harus kalian lakukan. Di kawasan ini terdapat
beberpa gua dan tempat-tempat yang disakralkan, seperti gua Semar, Sumur,
Penganten dan ada beberapa gua lainnya yang tidak sempat saya kunjungi.
Banyak tempat keramat. Banyak sesaji. |
Banyak Legenda Guys! |
Telaga Warna |
Capek
berkeliling? Tenang, di sepanjang jalan terdapat banyak pedagang makanan dan
minuman. Ada satu makanan khas Banjarnegara yang paling menarik perhatian saya,
yaitu mendoan. Dan saya tidak menyangka jika harga satu biji tempe mendoan
ataupun gorengan lainnya seperti bakwan ataupun tahu hanya dihargai 1000
rupiah. 1000 rupiah bro! Ini ditempat wisata! Bukan kantin sekolahan!
Setelah
puas berkeliling, kamipun memutuskan untuk memulai perjalanan pulang ke
Magelang. Rencananya kami masih mau singgah disatu tempat lagi, tempat favorit
saya, tempat yang sudah dari lama saya impi-impikan untuk saya kunjungi, yaitu
pemandian air hangat. Namun sayangnya saat itu area pemandian sedang
direnovasi. Kecewa beeet deh! Dan kamipun memutuskan untuk langsung kembali ke
Magelang.
Alhamdulillah
setelah menempuh perjalanan pulang sekitar 3 jam, akhirnya kami tiba di rumah
dengan selamat.