CATATAN PERJALANAN KE ANNAPURNA BASE CAMP (POKHARA – CHHOMRONG)
May 31, 2020Tempat Pemberhentian Bus |
Akhirnya, setelah perjalanan yang sangat melelahkan dari
Kathmandu, tiba juga kami di Pokhara. Nuansanya berbeda jauh dengan Kathmandu.
Pokhara menyuguhkan keelokan alam yang luar biasa indah, udaranya sejuk, dan
yang paling penting kotanya nampak lebih rapi dan bersih dibanding Kathmandu. Gagahnya
gugusan puncak Annapurna yang berselimut salju terlihat jelas dari kota ini,
mulai dari Annapurna 1 (8091 m), Annapurna II (7937 m), Annapurna III (7555 m),
South Annapurna (7219 m) dan Machhapucchre (6993 m). Tapi sayangnya, kalian
tidak bisa melihat puncak Everest dari sini guys!
Puncak Everest berjarak 160 Km di sebelah timur laut Kathmandu. Sedangkan
Annapurna berjarak 177 Km di sebelah barat laut Kathmandu. Selain keindahan
puncak-puncak Annapurna yang memesona, kota ini juga terdapat sebuah danau yang
masih sangat alami. Lokasi danau yang tepat dipinggir pusat kota membuat kota
ini menurut gue sangat romantis. Cocok untuk bermesraan dengan pasangan hahaha.
What? Ini terminalnya kah? Bayangan gue,
tempat pemberhentian akhir bus turis tu suatu terminal yang mewah. Minimal
seperti terminal Giwangan, Yogyakarta lah. Ya kan Pokhara merupakan destinasi
wisata favorit di Nepal. Masa iya terminalnya abal-abal? Eeee, ternyata, bus
kami berhenti di tanah lapang berdebu, panas, dan tak ada bangunan apapun!
Meskipun tempatnya seperti itu, namun kami tetap merasa aman. Gak ada preman
yang menyamar sebagai buruh angkut seperti halnya di terminal Kampung Rambutan
ataupun pulo Gadung. Jadi barang-barang kami tetap aman tanpa harus
mengeluarkan biaya buruh angkut hahaha.
Setelah kami mengecek kelengkapan barang bawaan, kamipun
langsung cari taksi. Ongkos taksi dari tempat pemberhentian bus ke hotel yang
lokasinya di sekitaran Lakeside adalah 300 rupee. Lakeside merupakan pusat
perkotaan Pokhara. Ada banyak sekali hotel dengan berbagai kualitas, mulai yang
biasa aja hingga berbintang. Selain itu juga, kota ini juga terdapat kehidupan
malam. Bar maupun diskotik banyak terdapat di sepanjang jalan Lakeside.
Setelah 10 menit perjalanan, akhirnya kami tiba di hotel
tempat kami menginap. Bagaimana fasilitasnya? Lumayan. Ada TV, air hangat, dan
ada balkon yang bisa untuk duduk-duduk menikmati keindahan Lakeside. Namun, gue
gak kuat lama-lama di balkon. Dingin coy!
Ini akhir bulan Desember, musim dingin! Hahaha.
Setelah ngrebahin badan sekitar satu jam, kamipun mulai
bersiap-siap untuk hang out. Meskipun
udaranya cukup dingin, namun langit Pokhara sangat cerah. Matahari sore
bersinar keemasan menyinari puncak-puncak Annapurna yang membuatnya semakin
eksotis. Sepanjang pinggiran danau, orang-orang duduk berkerumun, bercengkrama
dan berbagi tawa. Para turis lalu lalang, mengelilingi pinggiran danau.
Dibeberapa titik terdapat pertunjukan kecil-kecilan yang dilakukan oleh
masyarakat lokal.
Danau Pokhara dengan pemandangan Annapurna |
Sulap. Ternyata jauh-jauh ke Nepal, masih saja bertemu dengan
pertunjukan seperti ini. Menurut gue, pertunjukan yang disuguhkan mereka hampir
sama dengan pertunjukan yang dilakukan oleh suku-suku Dayak, yaitu ilmu
kekebalan. Tapi, apakah mereka menggunakan ilmu gaib atau cuma trik tipu-tipu
gue gak tau. Pokokman intinya badan mereka bisa dipotong-potong gitu. Ups, jangan lupa ya, siapkan uang receh
untuk para pesulap ya hehehe.
Mentari telah tenggelam. Bukannya suasana kota semakin sepi,
justru semakin ramai. Gemerlap hiburan malam dengan musik yang menggelegar
terdengar sepanjang jalan Lakeside. Berbagai makanan tradisional juga dijajakan.
Kamipun coba untuk membeli momo, salah satu makanan khas Nepal yang ada unsur
daging kerbaunya. Keliatannya enak, namun setelah gue coba, gue kapok. Rasanya
aneh! Gak cocok dilidahku. Selain itu juga makanan ini bikin cepet eneg.
Penjual momo. Tapi bukan momo Gheisa ya guys hahaha. |
Di sekitaran Lakeside juga terdapat sebuah gerai KFC. Gerai
ini adalah penyelamat bagi kaum kelaparan yang pengen merasakan masakan dengan
rasa universal. Tapi jangan bayangkan rasanya persis seperti yang ada di
Indonesia. Rasanya tetap aneh bro! Meskipun secara overall masih diterima sama lidah orang Jawa hahaha.
Malam sudah larut. Sebelum tidur, kami harus packing dan mengecek semua perlengkapan yang
dibutuhkan selama perjalanan menuju Annapurna Base Camp. Besok pagi tepat pukul
07.00, kami harus sudah berangkat menuju titik awal pendakian, yaitu di sekitaran
Siwei.
Hari ke Tiga
Hari ke Tiga
Langit masih gelap, namun jam telah menunjukkan pukul 06.00
pagi. Mau gak mau, gue harus bangun, gosok gigi dan ambil wudhu sambil menahan
dingin. Setelah dirasa siap, kamipun turun ke restoran untuk sarapan. Menu
sarapan yang disajikan sama halnya seperti menu sarapan di eropa, tanpa ada
nasi. Menu yang ada yaitu telur, kentang, macaroni, buah, dan sayuran.
Sedangkan minumannya adalah berupa teh dan kopi. Bagi kami orang Indonesia,
makan tanpa menggunakan nasi adalah tidak makan. Tapi gimana lagi, cuma itu
yang tersedia. Mau gak mau kami tetap harus sarapan, sekenyang mungkin!
Perjalanan setelah ini sangatlah panjang, menantang, dan tentunya melelahkan.
Perjalanan menuju Siwei membutuhkan waktu sekitar tiga jam
dengan menggunakan mobil 4wd. Tidak kaleng-kaleng bos! Harus 4 wd! Kami memulai
perjalanan tepat pukul 07.30. Perjalanan pagi itu ditemani kabut yang masih
menyelimuti kota lembah, Pokhara. Namun, seiring dengan kemunculan matahari,
langit sedikit demi sedikit mulai membiru. Matahari menyinarkan sinar
kehangatannya di tengah musim dingin. Gugusan puncak Annapurna pun telihat
jelas . Amazing! Itulah satu kata
yang paling pas menjelaskan semua kekaguman yang gue rasakan ketika itu.
Puncak Annapurna dari Kota Pokhara |
Perjalanan dimulai dengan jalan beraspal mulus meninggalkan pusat kota Pokhara. Setelah masuk ke kawasan pegunungan, jalan yang semula mulus berubah menjadi jalanan yang penuh dengan lubang namun masih beraspal. Semakin lama, medan yang dihadapi semakin berat, menanjak, berliku, dan bergelombang. Bagi kalian yang tidak kuat dengan perjalanan darat dengan medan yang berkelok dan kasar, alangkah baiknya kalian munum antimo terlebih dahulu biar tidak muntah-muntah. Namun, menurutku jika minum antimo, kalian akan rugi. Kemungkinan sepanjang perjalanan kalian akan tertidur dan melewatkan pemandangan menakjubkan disepanjang perjalanan.
Semakin jauh kepelosok, jalanan jadi semakin ekstrim. Jalanan
beraspal berubah menjadi tanah berbatu. Ditambah lagi dengan jurang menganga di
samping kiri dan tebing di sebelah kanan tebing mampu memacu adrenalin kami. Tapi
tenang saja. Driver-driver di sini sudah teruji kok. Mereka sudah menguasai
medan.
Setelah memasuki kawasan konservasi Annapurna, kamipun
berhenti disuatu pos registrasi. Secara rinci gue gak tau apa aja yang
diperlukan. Udah diurus sama pihak travel sama guide nya. Ya intinya semacam
dokumen yang disetai foto gitu. Dan yang pasti adalah bayar! hahaha
Akhirnya, kami tiba juga di titik awal jalur pendakian, Siwei setelah
tiga jam perjalanan dari pusat Kota Pokhara. Di sana ternyata sudah ramai turis
baik itu yang bersiap melakukan pendakian ataupun yang mau pulang. Sebelum kami
mulai penndakian, kami terlebih dahulu melakukan pemanasan dan berdoa demi
kelancaran dan keselamatan kami selama melakukan pendakian. Finally,
here we go! ABC, I’m coming!
Sampai di Siwei! |
Medan awal yang harus kami lalui tak terlalu sulit, yaitu
jalur yang lebar dan cenderung datar. Namun, debu menjadi permasalahan yang
cukup menyebalkan. Kadang debunya campur
sama eek kuda lho. Eek kuda kering berbaur dengan debu, terbang diterpa angin
hahaha. So, kalian jangan sampai lupa bawa masker atau buff ya, kalo sampai kelupaan, hidung kalian auto banyak upil wkwkwk. Belum juga kami berjalan 1 km, kami telah
disuguhi kearifan lokal yang sungguh luar biasa. Kawanan kuda berpapasan dengan
kami. Biasanya, kuda-kuda tersebut dimanfaatkan untuk mengangkut logistik yang
nantinya akan dibawa ke kampung-kampung yang ada di sepanjang jalur pendakian.
Jadi, selama pendakian, kalian akan sering berpapasan dengan kawanan kuda
seperti ini
.
Rute diawal perjalanan. |
Kuda guys! |
Meskipun kami telah melakukan pemanasan, namun semua itu
masih kurang cukup. Tubuh gue kaget! Nafas gue langsung ngos-ngosan. Padahal
baru beberapa menit jalan. Maka dari itu, latihan fisik beberapa minggu sebelum
pendakian mutlak harus dilakukan oleh siapa saja yang akan melakukan pendakian.
Jika fisik kalian lemah, jangan harap bisa melakukan pendakian ini. Pendakian
ini tidak hanya sehari semalam, melainkan empat
hari empat malam. Kalo tidak, risikonya sangat berbahaya bro! Bisa-bisa kamu hanya tidur di guest house, nunggu teman-temanmu
kembali dai ABC. Bayangin aja berhari-hari tinggal sendirian di kamar, nggak
bisa ngapa-ngapain di negeri orang hahaha.
Setelah berjalan sekitar
45 menit, kami tiba di jembatan gantung yang dikenal dengna nama New Bridge. Jembatan ini mempunyai
panjang sekitar 278 meter dan lebarnya hanya sekitar satu meter saja. Sensasi
melewati jembatan ini? Sangat menantang! Bagi orang-orang yang takut dengan
ketinggian, menyebrangi jembatan ini adalah suatu penyiksaan. Bayangin aja,
dirimu disuruh berjalan di atas jembatan yang panjangnya hampir tiga ratus
meter dan di bawahnya jurang menganga. Ditambah lagi ketika sudah sampai
dibagian tengah jembatan, dirimu akan merasakan goyangan-goyangan aduhai akibat
terpaan angin. Uiiihh, sensanyinya luar biasa! Adrenalin terpacu! Mau pegangan
tapi malu, gak pegangan tapi merinding hahaha.
New Bridge |
Sempit guys! |
Kalau mau melewati jembatan ini, kalian juga harus lihat situasi, apakah di seberang sana ada kawanan kuda yang akan lewat atau tidak Kalau ada, mending kalian mengalah, menunggu, jangan nekat menyeberang! Kan konyol jika di tengah-tengah jembatan kalian papasan sama kuda. Iya kalau kudanya gak melakukan gerakan-gerakan tambahan, kalau tiba-tiba si kuda nyepak dirimu? Kan lucu hahaha. Selain itu, pastinya kalo di tengah-tengah jembatan kalian papas an sama kuda, sensai goyangan jembatan lebih mengerikan.
Setelah melewati jembatan, kami dihadapkan dengan tangga yang
tak kelihatan ujungnya. Naik terus. Tanpa ada bonus! Here we come! Let’s rock bro!
Tanjakan yang tak berujung ini membuat gue agak frustasi. Gila aja. Se
ekstrim-ekstimnya jalur pendakin gunung di Indonesia masih ada bonusnya lho.
Contoh aja Gunung Slamet. Meskipun nanjak terus, tapi jalan menuju pos satu
lumayan datar. Kalau ini? Nanjak terus kang! Jangan heran kalo jalan duapuluh
langkah lalu istirahat. Jalan duapuluh langkah lagi, istirahat lagi. Di sinilah
permen dan coklat memiliki peran yang penting. Mulut harus selalu ngunyah biar
energi selalu ada. Selain itu jugs biar kita gak stress mikirin tangga yang tak
kunjung habis hahaha. Akhirnya sekitar pukul 12.15, kami tiba di desa Jhinu.
Kami singgah di sebuat tea house
untuk menyantap makan siang dan istirahat sejenak. Meluruskan kaki,
mengendurkan otot-otot yang kaget harus mendaki ribuan anak tangga.
Tangga yang bikin frustasi. |
Menu makan cukup variatif, mulai dari makanan khas Nepal yang
disebut, nasi goreng, roti, hingga mie rebus. Setelah istirahat cukup dan perut
terisi, kamipun melanjutkan perjalanan ke Chomrong. Kali ini jalur pendakiannya
semakin ekstrim. Saran gue, jangan kalian sering-sering liat ke atas. Bisa-bisa
kalian frustasi hahaha. Akhirnya sekitar pukul 16.30 kami tiba di Chhomrong
dengan bandan remuk.
0 komentar