QUALITY TIME WITH FAMILY : DIENG, WONOSOBO-BANJARNEGARA

January 15, 2019

Siapa yang tidak mengenal Dataran Tinggi Dieng? Salah satu destinasi wisata terkemuka yang terletak di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara ini menyajikan pesona alam yang berpadu dengan wisata budaya nan eksotik. Namun, dibalik itu semua, Dieng menyimpan bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak begitu saja. Setidaknya ada delapan kawah aktif di kawasan Dataran Tinggi Dieng, yaitu Kawah Candradimuka, Sibanteng, Siglagah, Sikidang, Sileri, Timbang, Sinila, dan Sikendang. Tiga diantara kawah-kawah tersebut menyimpan gas beracun yang sangat mematikan, yaitu Sinila, Timbang, dan Sikendang.

Kejadian yang sangat mengerikan pernah terjadi pada 20 Februari 1979 pukul 01.55 dini hari. Kala itu Sinila meletus tanpa didahului gejala-gejala yang mengindikasikan akan terjadi letusan di Kawah Sinila. Aktivitas Kawah Sinila menyebabkan keluarnya gas beracun berupa CO2 dan H2S secara tiba-tiba yang mengakibatkan 149 jiwa meninggal seketika. Mayat-mayat bergelimpangan di jalanan. Mereka tidak ada satupun orang yang menyangka bahwa letusan Kawah Sinila akan diikuti oleh keluarnya gas beracun yang berhembus ke area pemukiman warga.

Meskipun Dataran Tinggi Dieng merupakan daerah rawan bencana, tempat ini tetap menjadi favorit wisatawan. Berbagai daya darik wisata mulai dari wisata alam, sejarah, hingga wisata budaya tersedia di sini. Menghabiskan hari libur bersama keluarga ataupun teman-teman dekat dengan bermalam di kawasan Dieng akan menjadi quality time yang tak akan pernah terlupakan.

Kami mulai perjalanan menuju Dieng via Salaman sekitar pukul 13.30 WIB. Membutuhkan waktu sekitar 3 jam perjalanan menggunakan mobil untuk sampai di Dieng. Kondisi jalannya lumayan bagus, namun sampit dan menantang. Menantang? Iya, menantang. Jalannya melewati perbukitan, naik-turun, kelak-kelok, susah balap, dan waktu itu sedang ada banyak acara warga, sehingga nambah keriwuhan jalan. Tapi rute ini merupakan rute tercepat untuk menuju Dieng. Ada juga rute lain yang bisa dilalui, yaitu melewat Temanggung ataupun Purworejo. Namun selisih waktu tempuhnya juga lama, sekitar 1 jam.  So, meskipun menantang, kami tetap pilih rute ini biar cepet sampai. Namun, sebelum mulai perjalanan, pastikan dulu kondisi kendaraan anda, selain itu kondisi pengendara juga harus dipastikan fit.

Kami memasuki kawasan Dieng sekitar pukul 17.00 WIB. Kala itu hari sudah mulai gelap. Dibeberapa tempat kabut pekat sudah menutupi jalan. Dengan kondisi seperti itu, tentunya kami sudah mulai panik mengingat kami belum menemukan penginapan yang cocok. Itulah salah satu kesalahan terbesar kami dalam perjalanan kali ini, yaitu belum memesan penginapan. Alhasil, kami kebingungan mencari penginapan yang nyaman, strategis, namun pas dikantong. Seharusnya, sebelum pergi, kami booking dulu penginapan via online, agar tidak kerepotan dan dikejar-kejar waktu.

Akhirnya, tepat sebelum adzan maghrib, akhirnya kami menemukan sebuah homestay yang lokasinya lumayan strategis, dekat dengan masjid dan warung-warung makan. Alamatnya yaitu di desa. Desa ini merupakan salah satu basecamp pendakian Gunung Prau yang paling favorit. Sebenarnya, kami memilih homestay tersebut hanyalah gambling mengingat waktu sudah maghrib. Kami cuma bisa berdoa semoga fasilitasnya oke, tidak mengecewakan, terlebih merusak liburan kami kali ini.

Dapat Homestay yang dekat dengan masjid
Perkampungan Kawasan Basecamp Gunung Prau

Setelah maghrib, hiruk pikuk keramaian para pendaki sangat terasa. Ratusan pemuda-pemudi bersiap untuk memulai pendakian. Ah, sungguh bahagia melihat mereka begitu semangat untuk memulai perjalanan menuju puncak Gunung Prau. Kenangan masa-masa mudapun seketika mengetuk memoriku. Ingin rasanya kembali ke masa-masa naik gunung adalah suatu kebutuhan. Rasanya ada yang kurang kalau sudah 6 bulan kaki ini tidak menapakkan puncak gunung.

Oia, kalau kalian bermalam di Dieng, jangan lupa membawa perlengkapan baju hangat yang memadai ya. Malam itu suhu udara mencapai 10 derajad celcius. Luar biasa dingin bagi kami. Sisa malam dihari itu kami habiskan untuk family time. Dengan ditemani oleh teh panas beserta gorengan hangat, kami menghabiskan malam yang dingin dengan berkumpul bersama di ruang santai. Biarkan televise menyalan, namun focus kami adalah bercerita tentang segala. Segalanya yang terpendam selama masa berpisah.

Adzan subuh bersahut-sahutan membaur dengan dinginnya udara Dieng yang mencapai 8 derajad celcius. Menembus dinginnya udara Dieng di pagi hari memang butuh perjuangan. Tetapi bagi masyarakat setempat suhu yang mencapai 8 derajat celcius tersebut sudah hal yang biasa. Masjid di depan homestay kami pun lumayan penuh dengan jamaah sholat subuh.

Setelah sarapan dan packing, kamipun mulai untuk eksplore kawasan Dieng. Tujuan pertama kami adalah Kawah Sikidang. Mengapa tujuan pertama ke kawah? Bukannya ke kawah tu bikin mual dan pusing ya? Yups, betul. Bagi sebagian orang yang tidak suka dengan bau belerang yang menyengat, pergi ke kawasan kawah aktif memang tidak direkomendasikan. Bau belerang yang menyengat akan membuat mereka pusing bahkan sampai muntah-muntah.

Alasan kami memilih Kawah Sikidang sebagai tujuan pertama adalah karena kami tidak ingin panas-panasan. Lihat aja foto di bawah ini.

Area Kawah Sikidang yang gersang dan panas.

Berduaan dibawah terik matahari
Kawasan sekitaran kawah tidak ada sebatang pohonpun yang dapat dijadikan tempat berteduh. Matahari langsung menyengat kulit para wisatawan. Karena gak mau kulit kami menjadi hitam eksotis, kamipun mengejar waktu paling pagi agar matahari belum panas menyengat. Selain itu, kami juga tidak ada yang bermasalah dengan bau belerang. Jadi fine-fine aja jika kami memilih ke kawah sebagai tujuan pertama.

Ada satu yang unik di kawasan Kawah Sikidang, yaitu ada yang jualan telur rebus. Telur rebus ini tidak sembarangan telur rebus seperti umumnya. Telur ini langsung direbus didalam kawah yang mendidih. Katanya sih banyak kasiatnya. Tapi selama ini saya belum pernah mencobanya. Kalau teman-teman penasaran, silakan untuk mencicipinya. Lumayan laris kok.

Telor Rebus Kawah

Laki-laki kuat yang berjam-jam bergelut dengan kawah

Kawasan wisata Kawah Sikidang juga cocok untuk beli oleh-oleh. Di sini terdapat pasar yang jualan oleh-oleh khas Dieng seperti Carica, belerang bubuk, dan Purwaceng. Harganyapun terbilang cukup murah. 8 bungkus, dihargai 12.500 rupiah. So, jangan tanggung-tanggung belanjanya ya, langsung hajar saja.
Pasar oleh-oleh di kawasan Kawah Sikidang

Setelah puas berkeliling Kawah Sikidang, kami beralih ke kawasan Candi Arjuna. Oia, tiket kedua tempat wisata ini tergabung menjadi satu. Dengan membayar 20.000 per orang, kita dapat memasuki dua tempat wisata sekaligus. Itu perbulan Oktober 2018 ya guys, kalo mau yang lebih update search google aja. Kedua tempat wisata ini memang tidak berjauhan, hanya berjarak sekitar dua kilometer saja.

Saya merasa daya tarik kompleks Candi Arjuno kurang memikat. Saya berharap kedepannya kompleks Candi Arjuna diperluas kawasan hijau beserta kursi-kursi ataupun tempat untuk bersantai, berkumpul dengan rombongan. Namun, terlepas dari itu semua, pemberian fasilitas berupa kain poleng bagi para pengunjung candi patut diapresiasi. Pengenaan aksesoris kain kotak-kotak hitam putih menambahkan kesan sakral dan penghormatan kepada candi. Selain itu, kawsan Candi Arjuna juga sangat cocok buat berfoto ria. Kompleks candi lumayan instagramable hehehe.

Kompleks Candi Arjuna

Happy Family

Karena waktu telah menunjukkan pukul 11.00, kami bergegas menuju destinasi yang ke tiga, yaitu Telaga Warna. Anda hanya pperlu merogoh kocek Rp 7.500 per orang ditambah biaya parkir 5.000 per kendaraan untuk dapat masuk tempat wisata ini. Telaga dengan luas sekitar 70 hektar ini diberi nama Telaga Warna karena telaga ini memang memiliki beberapa warna, seperti merah, hijau, biru. Namun ketika saya kesana, saya tidak melihat telaganya warna-warni hehehe. Mungkin timing saya kurang tepat.

Kompleks Telaga Warna yang hijau dan sejuk cocok buat kami bersantai. Mengelilingi telaga merupakan hal wajib yang harus kalian lakukan. Di kawasan ini terdapat beberpa gua dan tempat-tempat yang disakralkan, seperti gua Semar, Sumur, Penganten dan ada beberapa gua lainnya yang tidak sempat saya kunjungi.

Banyak tempat keramat. Banyak sesaji.

Banyak Legenda Guys!

Telaga Warna

Capek berkeliling? Tenang, di sepanjang jalan terdapat banyak pedagang makanan dan minuman. Ada satu makanan khas Banjarnegara yang paling menarik perhatian saya, yaitu mendoan. Dan saya tidak menyangka jika harga satu biji tempe mendoan ataupun gorengan lainnya seperti bakwan ataupun tahu hanya dihargai 1000 rupiah. 1000 rupiah bro! Ini ditempat wisata! Bukan kantin sekolahan!

Setelah puas berkeliling, kamipun memutuskan untuk memulai perjalanan pulang ke Magelang. Rencananya kami masih mau singgah disatu tempat lagi, tempat favorit saya, tempat yang sudah dari lama saya impi-impikan untuk saya kunjungi, yaitu pemandian air hangat. Namun sayangnya saat itu area pemandian sedang direnovasi. Kecewa beeet deh! Dan kamipun memutuskan untuk langsung kembali ke Magelang.

Alhamdulillah setelah menempuh perjalanan pulang sekitar 3 jam, akhirnya kami tiba di rumah dengan selamat.

You Might Also Like

0 komentar