KEPULAUAN AURI, SURGA DARI TELUK WONDAMA (2)

August 04, 2018

 
Salah Satu Sudut Pulau
Guys, yuk kita lanjutkan petualangan ke Kepulauan Auri nya. Gue kasih spoiler dikit ni ye, diepisede kali ini, jalan-jalannya bakalan lebih seru! Oia, bagi kawan-kawan yang belum sempat membaca cerita perjalanan gue bersama kawan-kawan gue di Kepulauan Auri, bisa baca di sini KEPULAUAN AURI, SURGA DARI TELUK WONDAMA (1)

Oke, mari kita lanjutkan jalan-jalannya. 

Tak terasa matahari sudah tergelincir diufuk barat. Di pulau seluas kurang lebih 16 hektar inilah kami akan menghabiskan malam indah kami. DI bibir pantai terdapat beberapa gubug dan sebuah bangunan semipermanen yang bisa digunakan bagi siapa saja untuk bermalam. Biasanya bangunan-bangunan tersebut digunakan oleh para nelayan untuk beristirahat.

 Perairan Kepulauan Auri memang menyimpan kekayaan laut yang luar biasa banyak. Berbagai jenis ikan dapat dijumpai disini. Kamipun sempat menemukan beberapa ekor anak hiu dipinggiran pantai. Pinggiran pantai, iya pinggiran! Mungkin kalau ditengah bisa ketemu sama induknya ya, hiiii serem.

Saking banyaknya ikan di perairan ini, Kepalauan Auri pun menjadi tujuan favorit para nelayan untuk mencari ikan. Tak hanya dari Kabupaten Teluk Wondama, nelayan-nelayan dari kabupaten Nabire pun sering dijumpai di perairan ini. Ketika kami tiba di pulau peristirahatan, kami berjumpa dengan beberapa nelayan asal Nabire yang sedang beristirahat.

Setelah melihat-lihat kondisi lingkungan dan tentunya meminta izin kepada para nelayan yang sedang singgah di pulau tersebut, kami memutuskan untuk menggunakan satu-satunya bangunan semipermanen yang ada. Selain karena terlihat kokoh, di samping bangunan ini juga terdapat sebuah sumur air payau. Lumayanlah buat nyuci piring ataupun bilas-bilas badan yang lengket hehe.
 
Beginilah Gubug-Gubug Tempat Para Nelayan Singgah
Sebelum matahari tenggelam, kami semua bergegas menyiapkan makan malam. Kami semua berbagi tugas, ada yang mencari ikan, meracik bumbu, mencari kayu bakar, hingga membuat bilik kamar mandi. Ngeri kalo pas mandi ada yang ngintip haha.

Dari serangkaian jalan-jalan di Kepulauan Auri, ini ni salah satu momen yang gue tunggu-tunggu, berburu ikan di laut. Asal kalian tau ya guys, tema jalan-jalan kami kali ini adalah back to nature. Sebagai konsekuensinya, kamipun harus bisa bertahan hidup dengan berburu dan meramu seperti zaman prasejarah (tapi kami bukan manusia purba). 

Ada satu pelajaran yang gue dapat ketika ikut berburu ikan di laut, yaitu berburu ikan di laut dengan menggunakan tombak ataupun panah ikan ternyata susah guys!. Butuhkan skill tingkat dewa untuk dapat membidik seekor ikan di lautan. So, kalian jangan ikut-ikutan jalan-jalan ke pulau terpencil terus gak bawa bekal apa-apa ya. Kalau emang pengen seperti kami, bertahan hidup dengan berburu dan meramu, kalian harus didampingi dengan orang-orang yang memang sudah terbiasa berburu dan meramu. Atau lebih baik kalian bawa aja ikan kalengan ataupun abon dari rumah hehe.

 
Ikan Hasil Dari Berburu
Setelah berhasil mendapatkan beberapa ikan, kami kembali ke tempat peristirahatan dan mulai untuk membuat api unggun. Barbekyu di pulau terpencil ternyata menghadirkan kenikmatan tersendiri. Tak ada sinyal seluler, tidak ada listrik, dan tak ada kebisingan kendaraan bermotor, dan tentunya tak ada deadline pekerjaan, yang ada hanya gelak tawa dari manusia-manusia bebas malam itu. Inilah quality time bersama para pegawai BPS Kabupaten Teluk Wondama.

Kami sungguh beruntung. Ternyata malam itu bertepatan dengan fenomena supermoon. Sungguh kebetulan yang luar biasa. Supermoon tampak jelas terlihat dilangit Kepulauan Auri. Bulat besar dengan cahaya kemuning berada di atas cakrawala.
 
Sopermoon
Malam itu tersa sangat panjang. Dengan diterangi dengan cahaya supermoon, ditambah dengan kehangatan api unggun, kami berbagi cerita satu-sama lain. Keakraban sungguh terasa. Inilah keluarga gue di perantauan.

Malam itu gue bersama teman-teman tidur beralaskan pasir dan beratapkan langit. Menyatu dengan alam. Angin sesekali bertiup memberikan sensasi dingin disekujur tubuh. Namun badan ini sudah tak kuasa untuk beranjak, berpindah ke tempat yang lebih terlindung.

Pagi telah datang. Matahari dengan gagahnya menyingsing dari ufuk timur. Aktifitaspun dimulai. Berjalan mengelilingi pulau adalah suatu ide yang bagus. Disuguhi eloknya hamparan lautan tatkala sun rise, ditambah dengan harmoni pagi alam sungguh perpaduan yang romantis. Namun sayang, gue gak bawa pasangan guys! Jadi gue cabut lagi kata “romantis” tadi ya, gue ganti jadi “perpaduan yang biasa aja” hehe.
 
Menikmati Sun Rise
Tapi beneran lho, gue gak bercanda. Menikmati pagi di sebuah pulau terpencil, jauh dari hiruk pikuk dunia sungguh kenikmatan yang agung. Udaranya masih sangat sejuk, angain semilir, lembutnya hamparan pasir, suara deburan ombak, ditambah lagi dengan kicauan burung yang saling bersahut-sahutan. Gak nyesel deh bro kemaren gue harus naik perahu lebih dari 5 jam sampe kepala pusing perut mual-mual.

Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 07.30 WIT. Perut mulai memberontak meminta asupan. Namun sungguh mengenaskan, dapur belum mengepul! Oh My God! 

Untung aja Pace pemilik perahu tahu apa yang kami derita, lapar yang maha dahsyat! Beliaupun lantas mengajak kami untuk memasuki hutan. Dengan berbekal sebilah parang ukuran 40 cm kami melangkahkan kaki memasuki hutan. Jangan berpikir kami mau berburu babi hutan ataupun rusa ya guys, kami cuma mau mencari manga aja haha. 
 
Ngupas Mangganya Pakai Parang, Biar Greget!

 Ternyata di pulau ini terdapat ratusan, bahkan ribuan pohon manga yang selalu berbuah tiap tahunnya. Kami sangat beruntung sekali waktu itu, kedatangan kami bertepatan dengan musim mangga. Tanpa perlu usaha yang berlebih, kami dengan mudahnya mendapatkan buah manga. Cukup dengan menendang-nendang batang pohon mangga, mangga-mangga yang sudah masakpun jatuh dengan sendirinya. Rasanyapun lumayan enak, manis dan tanpa bahan pengawet wkwk.

Setelah beberes barang-barang serta tentunya makan “berat”, sekitar pukul 13.00 kami memutuskan untuk pulang. Sebenarnya ini sudah terlalu siang, gelombang sudah tinggi. Namun kami tetap nekat pulang, besok absen bro! 

 
Sarapan Sekalian Makan Siang, Lanjut Packing
Hal yang kami takutkanpun datang juga. Ditengah perjalanan kami di hadapkan dengan “dinding laut”. Istilah dinding laut ini biasa digunakan oleh para nelayan dimana pertemuan dua atus yang bertabrakan dan menyebaban disekitar area tersebut terjadi gelombang besar yang memanjang. Mau tidak mau kami harus melewati ganasnya gelombang dinding laut. Butuh waktu sekitar 30 menit untuk melewati dinding laut tersebut. Padahal panjang dinding laut tersebut tak lebih dari lima puluh meter saja. Perahu kami terkatung-katung dan nyaris terbalik. Tak sembarang motor race yang bisa meloloskan sebuah perahu dari hadangan dinding laut semacam ini. Untung saja motor race kami jago dan berpengalaman, jadi semua itu dapat dikendalikan.
 
Skuat Jalan-Jalan (Anak-anak tidak ikut)
Meskipun dalam perjalanan pulang kami sempat dihadapkan dengan berbagai halangan, akhirnya sekitar pukul 21.00 WIT kami tiba di Wasior. Capek, lapar dan pusing. Kamipun langsung menuju warung makan terdekat.

You Might Also Like

0 komentar