MENIKMATI PESONA PANTAI BUYUTAN
July 01, 2018Pesona Pantai Buyutan, Pacitan Dilihat Dari Atas Bukit |
Salah satu destinasi terbaik
untuk menikmati pesona keagungan pantai selatan Jawa adalah di Kabupaten
Pacitan, Jawa Timur. Sederet pantai yang sambung menyambung dengan pesona
uniknya masing-masing tak kalah eksotis dengan pantai-pantai di Gunung Kidul,
Yogyakarta. Pantai Teleng Ria, Banyutibo, Srayu, Klayar, Buyutan, Watu Karung, dan
masih banyak lagi pantai di sepanjang pesisir selatan Pacitan.
Tanggal 20-21 Juni 2018 saya bersama
dengan tujuh teman saya berkesempatan untuk mengeksplorasi keindahan Pantai
Buyutan.Bermalan atau Bahasa kerennya camping
di pantai adalah salah satu agenda rutin tahunan kami setelah lebaran. Dulunya
sih camping-nya di gunung, tapi
mengingat umur udah semakin tua, akhirnya banting stir ke pantai aja. Bermodalkan
2 tenda dan perlengkapan masak seperti nesting, alat bakar sate, dan tentunya
logistik untuk makan minum, kami siap untuk menyatu dengan pantai Buyutan. Moda
transportasi yang kami pilih untuk menuju lokasi adalah dengan menggunakan
sepeda motor. Kami memulai perjalanan dari Kecamatan Muntilan, Kabupaten
Magelang sekitar pukul 10.00 WIB. Rute yang kami pilih adalah melewati Sleman,
Gunung Kidul, Pracimantoro, Lalu Pacitan.
Tentunya sebelum melakukan perjalaan
ini, terlebih dahulu pastikan kendaraan dan kondisi anda fit 100%.
Bagaimanapun, bepergian jauh dengan menggunakan sepeda motor menuntut stamina
dan konsentrasi penuh dari pengendara. Terlebih lagi jalur yang akan dilalui
juga lumayan menantang. Jalanan naik-turun, kelak-kelok dengan kondisi jalanan
yang sempit khas jalur selatan Jawa menjadi tantangan tersendiri.
Tanjakan Pathok di Gunung Kidul
merupakan tantangan awal yang harus ditaklukkan. Tanjakan curam yang panjang
menyebabkan banyak kendaraan yang mengalami mogok. Kemampuan pengendara juga
berperan penting disepanjang jalur ini. Kalau tidak percaya, coba lihat di google ataupun kalo ada kesempatan, nanti
coba sendiri ya hehehe.
Setelah melewati tanjakan Pathok,
kondisi jalan mulai agak bersahabat, datar dan lumayan sepi (kalo gak pas musim
liburan ya). Perjalanan ke Pacitan ini kami lakukan di H+5 lebaran. Jadi arus
lalulintas sudah lumayan lengang. Sepanjang perjalanan tidak ada kemacetan yang
berarti. Akan tetapi jika kita melewati jalan Wonosari di kisaran H+1 sampai
dengan H+3 saya dapat pastikan macet dimana-mana.
Kota Wonosari adalah titik
peristirahatan pertama kami. Kami memutuskan singgah di salah satu rumah makan
langganan kami di sekitar Kota Wonosari. Selain harga yang bersahabat,
fasilitas yang disediakan juga lumayan komplit, mulai dari parker yang lumayan
luas, kamar mandi hingga mushola. Saat itu, waktu tepat menunjukkan pukul
12.15, artinya perjalanan dari Muntilan-Wonosari sekitar 2 jam dengan menggunakan
sepeda motor.
Setelah selesai menunaikan sholat
jamak qosor Dhuhur dan Asar, serta perut sudah penuh terisi, kamipun
melanjutkan perjalanan menuju Pracimantoro. Pracimantoro merupakan salah satu
kecamatan yang terletak di sisi selatan Kabupaten Wonogiri. Jalanan Wonosari-Pracimantoro
bisa dibilang nano-nano, sempit berkelok-kelok namun sepi. Jadi saya bingung
sendiri, mau dikatakan jalanan yang nyaman juga tidak, namun kalau dikatakan
tidak nyaman juga tidak bisa.
Setelah sampai di Pracimantoro, kondisi
jalanan telah berubah menjadi lebar dan sangat mulus. Saya berani katakan kalau
jalanan memasuki wilayah Pacitan ini sangat nyaman. Namun pengendara harus
tetap waspada karena angin disini bertiup lumayan kencang sehingga sedikit
mengganggu keseimbangan para pengendara motor. Selain itu, karena kondisi
jalanan yang mulus, seringkali para pengendara memacu kendaraannya dengan
kecepatan melebihi 80 km/jam yang tentunya akan sangat membahayakan.
Setelah sampai di perempatan Giritontro,
kami memilih untuk belok kanan. Awalnya jalur ini pas untuk 2 mobil, jadi kalau
mobil mau papasan gak usah turun aspal. Namun lama kelamaan jalannya semakin
menyempit, hanya cukup dilalui untuk satu mobil saja. Jadi kalau mobil mau
papasan dengan mobil, kedua nya harus turun aspal dan harus hati-hati karena
samping kanan-kiri jalan adalah tebing ataupun jurang menganga. Makanya bagi siapapun yang akan lewat jalur
ini, disarankan harus memiliki skill mengemudi yang top markotop agar tidak
mogok ditengah jalan ataupun terperosok ke jurang (naudzubillah).
Perempatan Giritontro |
Dijalur ini juga sering ditemui tikungan
cik-luk-ba (tanjakan curam -> tikungan tajam -> turunan curam. Jadi
kalian bisa bayangin sendiri deh gimana tu jalan, udah sempit, banyak tikungan
cik-luk-ba lagi. Tapi tenang aja, banyak warga setempat yang membantu untuk
mengatur arus lalu listas kok. Hampir disetiap tikungan cik-luk-ba ada orang
yang berjaga dan memberi aba-aba kepada para pengemudi.
Akhirnya setelah melewati
perjalanan yang panjang, sekitar pukul 16.15 kamipun sampai di pintu gerbang Pantai
Buyutan. Tepat sebelum tiba di pantai, kami disuguhi hamparan ladang padi yang
sangat luas. Namun sayang seribu sayang. Waktu kedatangan kami hamparan ladang padi sudah dipanen. Tinggal menyisakan
hamparan ladang kering sejauh mata memandang. Andaikan waktu itu pas masa tanam
ataupun ketika padi menguning, pasti pemandangan yang disuguhkan begitu
memesona.
Kondisi Jalan Menuruni Tebing Menuju Bibir Pantai Buyutan |
Salah Rambu Peringatan di Jalan Menuruni Tebing |
Untuk menuju lokasi pantai, kami
harus menuruni tebing curam. Curamnya gak main-main gays, beneran curam! Tapi
tak usah khawatir, masih bisa dilewati motor ataupun mobil kok. Tapi ingat,
jangan kelebihan beban! Lebih baik para penumpangnya jalan kaki aja hehehe.
Setelah sampai di pantai, kami
disuguhi panorama senja yang indah tiada tara. Hanya satu kata yang dapat
menggambarkan keindahan pantai ini, wonderful.
Ya, kata itulah yang cocok untuk menggambarkan pantai ini. Pengunjung bisa
menikmati keindahan pantai pasir putih ini dari berbagai sudut, mulai dari atas
bukit, hingga dari batu-batu karang yang ada di bibir-bibir pantai. Hamparan
pasir putih yang membentang sekitar satu kilometer menambah eksotisme pantai
ini. Anak-anak bebas untuk bermain pasir pantai sepuas mereka. Tetapi ingat,
tetap waspada! Bagaimanapun ombak pantai selatan dimanapun tetap besar. Jadi
bagi para orang tua yang membawa anak-anak, harus selalu waspada dan selalu
mengawasi anak-anaknya agar tdak bermain air terlalu ketengah.
Anak Muda Kekinian (Bukan Rombongan Kami), Foto-Foto Dengan Motor ditengah Hamparan Pasir |
Suasana Pantai Buyutan |
Karena waktu sudah sore, kamipun bergegas
mencari tempat yang pas buat mendirikan tenda sekaligus buat bakar-bakar sate.
Inilah hal yang paling berharga dari camping
bereng teman-teman, yaitu ngobrol bareng sambil nyate. Berbagai topik
pembicaraan tersaji sepanjang malam, mulai dari kenangan masa kecil hingga isu
kontemporer. Obrolan semakin hangat dengan diiringi lagu-lagu berkelas dari
Ebiet G Ade. Sedari dulu sejak kami masih sering naik gunung bareng (masa SMA,
umur kisaran 16-18 tahun, sekarang sudah 24 tahun) lagu-lagu Ebiet selalu
menemani setiap perjalanan kami. Meskiun waktu terus bergulir, tahun silih
berganti, ternyata selera kami tak berubah. Dan sampai sekarang belum ada
satupun dari kami yang sudah menemukan jodohnya, alias masih jomblo hahaha.
Malam-malam bersama teman kenthel memang sangat mengasikkan. Suatu momen
berharga, dan selalu menyenangkan. Ahh… sungguh mengasikkan.
Suasana Ketika Bakar Sate Bareng |
Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 20.30. Cuaca malam itu pun tak begitu cerah. Gerimis dan
deburan ombak yang cukup keras memberikan nuansa syahdu. Kamipun menunaikan
sholat Maghrib bekaligus Isya di mushola sekitar lokasi camp. Sebagai info, dilokasi Pantai Buyutan sudah ada berderet-deret
warung makan, toko-toko baju, kamar mandi umum ataupun mushola. Jadi siapapun
yang mau nge-camp di pantai ini tak
perlu khawatir kalau tiba-tiba hujan lebat atau gak bawa tenda. Kalian tinggal
minta izin sama pemilik warung untuk nebeng tidur di lapak mereka, beres.
Sebelum tidur, saya sempat
berkeliling pantai. Ternyata banyak juga orang yang ngecamp di pantai ini.
Puluhan tenda terlihat di sepanjang pantai. Anak-anak muda bercanda ria dengan
soulmate atau bahkan gebetan, atau mungkin pacar? Entahlah, yang pasti mereka
semua bahagia menikmati waktu kebersamaan mereka malam itu.
Malam sudah semakin larut. Tetapi
orang-orang masih berdatangan. Terdengar keramaian orang-orang yang sedang
mendirikan tenda ataupun masak bareng. Karena gerimis semakin lebat, saya
bersama dua teman memutuskan untuk tidur di Mushola. Sedangkan lima teman
lainnya tidur di 2 tenda yang telah kami dirikan.
Salah Satu Warung Makan di Sekitar Pantai |
Pagi hari adalah waktu yang tepat
untuk hunting foto. Akan tetapi waktu
itu saya sedikit kurang beruntung. Cuaca kurang cerah sehingga nuansa pagi di
Pantai Buyutan terkesan suram. Namun semua itu tak mampu untuk menyurutkan
seangat saya untuk berkeliling pantai. Saya mencoba untuk naik ke atas tebing
agar dapat melihat keseluruhan sudut pantai. Sungguh sudut yang bagus untuk
dapat menikmati keseluruhan keindahan pantai, dari ujung timur hingga ujung barat
semua terlihat.
Pemandangan Pantai Buyutan dari Atas Tebing Pada Pagi Hari |
Suasana Ketika Hari Sudah Beanjak Siang |
Salah Satu Tempat Untuk Berduaan hahaha |
Pantai adalah lokasi yang tepat
untuk bermalas-malasan. Setelah beli sarapan nasi goreng di warung sekitar
pantai, sambal ngemil cilok, kamipun berduduk-duduk santai dibawah pohon
sekitar pantai. Semakin siang, suasana pantai semakin ramai. Terlihat beberapa
pasangan sejoli maupun rombongan keluarga yang akan menghabiskan waktu
kebersaannya. Bercanda, berlarian sambil menikmati deburan ombak pesisir
selatan. Ah, rasanya tak mau tubuh ini beranjak dari pantai ini.
Tak terasa waktu telah
menunjukkan pukul 11.00 siang. Kamipun mulai berkemas, mandi, dan sholat jamak
Dhuhur dan Asar. Tepat pukul 12.00 kami mulai perjalanan pulang. Rute yang kami
lewati berbeda dengan ketika kami berangkat. Perjalanan pulang kami lewat jalan
Goa Gong dengan alasan kondisi jalan lebih bagus dan lebar meskipun jarak
tempuh sedikit lebih jauh.
Sepanjang perjalanan pulang, kami
singgah dua kali, yaitu di pom bensin Pracimantoro dan di salah satu tempat
makan yang berlokasi di Yogyakarta. Akhirnya sekitar pukul 20.00 kami tiba di
Muntilan.
Tiket masuk :Rp 5000 per orang
Parkir motor : Rp 2000
Tiket masuk :Rp 5000 per orang
Parkir motor : Rp 2000
0 komentar